MENGULAS BUKU BANJIR SUDAH NAIK SELEHER (KOALISI MALEH DADI SEGORO, 2022)

Mengulas Buku Banjir sudah Naik seleher

Banjir sudah menjadi hal tidak asing bagi masyarakat kota Semarang. Setiap tahun memasuki musim penghujan, dibeberapa titik lokasi selalu menjadi langganan untuk tergenangnya banjir maupun rob. Seperti diwilayah pantura seperti kaligawe sekitarnya selalu menjadi daerah langganan banjir. Banjir Rob merupakan peristiwa naiknya air laut sampai menggenangi daratan di sekitarnya, sehingga menimbulkan permasalahan lingkungan. Adapun wilayah yang sering terkena dampak dari banjir pasang surut atau banjir rob adalah wilayah Semarang.Pada Bulan Mei 2022 yang lalu Banjir Rob muloai menggenangi wilayah pesisir Semarang Jawa Tengah, kemudian di tanggal 14 sampai dengan 22 Mei, Banjir Rob di Semarang meluas yang dimana diakibatkan oleh fenomena Perigee, Fase bulan Purnama dan Gelombang Tinggi di Laut Jawa yakni setinggi 1,25 – 2,5 meter. Dampak yang terjadi pada tanggal 24 Mei 2022, Banjir Rob setinggi 40 sentimeter hingga 1,5 meter, terutama di kawasan Pelabuhan Tanjung Emas. Kemudian ada 8 titik lokasi terjadinya banjir rob antara lain Depan Pos 1, Depan Polsek KPTE Jalan Coaster, Jalan Deli, Dermaga Nusantara, Terminal Pelabuhan Tanjung Emas dan Kawasan Lamacitra Dog Koja Bahari. Selain itu ada 8000 Kepala Keluarga yang terdampak Banjir Rob, Ratusan sepeda Motor milik para pekerja pelabuhan Tanjung Emas pun tenggelam yang diakibatkan jebolnya Tanggul Laut.
Peneliti Ahli Utama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Prof Eddy Hermawan mengungkapkan ada dua faktor utama terjadinya banjir rob di pantai utara, khususnya di Semarang, Jawa Tengah. Yang pertama, kata dia, karena Sea Level Rise atau kenaikan air muka laut yang menyebabkan rob. Tapi itu sumbangsihnya kecil, sumbangsih terbesar adalah pemakaian air tanah yang berlebih yaitu land subsidence. Pembangunan gedung-gedung sangat intensif dilakukan di kawasan Pantura. Sehingga volume pemakaian air tanah sangat tinggi yang memicu terjadi penurunan muka tanah.
Kawasan semarang begitu intensif, gedung-gedung besar udah mulai dibangun. Di Jakarta ada giant wall tapi di Semarang tidak ada. Alhasil Semarang adalah pemakai land subsidence terbesar setelah Pekalongan, Jakarta saja rangking ketiga, Semarang kedua. Ini hasil pantauan satelit selama 20 tahun dan data ini diperkuat dari pernyataan Kementerian ESDM.
Karena land subsidence, pemakaian air tanah berlebih yang tidak mengikuti aturan lingkungan. Jadi jangan terkecoh dengan Sea Level Rise ini. Disamping itu, Banjir rob yang terjadi saat ini tidak terlalu terkait dengan persoalan emisi (Co2). Semarang merupakan penghasil emisi Co2 karena kota-kota industri, tetapi itu sumbangsihnya belum, karena rob tidak ada kaitannya dengan emisi. Rob murni karena ada air laut masuk ke daratan akibat dibawa oleh uap air yang dominan di lapisan permukaan (surface) di lapisan 1.000, lapisan 925, 850, dan begitu ke lapisan 700 itu hilang. Karena ini bukanlah termasuk awan-awan besar, tetapi tipe awan penghasil hujan juga yang namanya awan nimbus stratus.
Selain itu, ada indikasi pengaruh Lanina masih cukup kuat. Indikasi kemarau basah, karena Lanina-nya masih tidak dapat naik pada kondisi normal, pada bulan Juli itu Lanina menjadi drop. Selanjutnya dikarenakan panas, semakin panas maka semakin intensif pusat tekanan rendah.panas tersebut diakibatkan oleh Matahari.
Pergerakan semu bumi terhadap matahari itu yang akan menentukan terjadinya rob. Sehingga mekanisme terjadinya rob 23 Mei 2022 itu berbeda dengan kondisi pada Februari 2021 lalu. Untuk rob ini kunci utama datanya berada di BMKG, Stasiun Maritim Semarang yang memiliki data selama berjam-jam sehingga dapat diketahui kapan puncaknya mencapai peak pertama dan seterusnya.
Setiap 10 menit, menginvestigasi lebih jauh, alhasil saat kita memahami mekanismenya, kita akan mudah memodelkannya. Model yang dikembangkan adalah berupa penggabungan antara sea level rise dengan land subsidence, yang kedua unsur itu bertemu serta kawasan mana yang akan mengalaminya juga dampak dan kekuatannya.
Dari hasil penelitian pada tahun 2021, Semarang riskan terhadap adanya serangan fajar dari uap air dari Asia yang masuk ke Pantura. Pada Febuari, kondisinya wajar ada uap air karena matahari berada di belahan bumi bagian selatan. Posisi matahari pada 21 Maret itu ada tepat di equator, artinya sebelum tanggal itu matahari ada di bagian selatan. Sementara, Indonesia itu berada di 6 derajat Utara dan 11 derajat Selatan. Artinya wajar belahan bumi selatan menerima impact yang begitu dahsyat. Semarang merupakan kota teluk dan empuk untuk diserang. Alhasil pertemuan dua massa udara yang satu dari barat dan satu lagi dari arah utara. Jadi ada dua peak (puncak) itu pada tanggal 6 Maret 2021.
Pada 23 Mei 2022 terjadi rob yang begitu dahsyat di Semarang. Karena berdasarkan perhitungan yang sudah ditentukan, posisi matahari saat ini sudah meninggalkan equator Indonesia. Masalah ini sangat berbeda dengan kejadian Maret yang lalu. Sehingga belum ditemukan adanya kejadian besar pada bulan Mei di atas Semarang dan sekitarnya Pantura. Posisi matahari sangat menentukan sekali. Matahari itu akan memanasi permukaan di bawahnya, sehingga kawasan tersebut menjadi pusat tekanan rendah. Karena di wilayah Indonesia itu dominan dikendalikan fenomena monsun. Artinya lapisan angin. Angin di lapisan 850 Hecto Pascal (hPa) sekitar 1,45 kilometer di atas permukaan laut membawa uap air. Angin itu mencari kawasan yang empuk yang memang punya pusat tekanan rendah.
Kendati demikian, hasil analisisnya sementara menunjukkan, bahwa banjir rob yang menerjang Semarang pada 23 Mei 2022 itu mekanismenya berbeda dengan yang terjadi pada 6 Februari 2021. Pada tanggal 6 Feb 2021 itu dominan uap air berasal dari benua Asia yang diperkuat massa uap air dari lautan Hindia bertemu pada lapisan 850, tetapi saat ini (23-5-2022) dominan dari arah timur, bukan berasal dari Australia. Sehingga, matahari baru mencapai puncaknya pada 22 Juni nanti. Hal yang menarik adalah uap air tersebut hanya dominan di lapisan 850 ke bawah. Artinya 850 hPa atau di atas 1,45 km itu tidak di awan-awan yang menghasilkan curah hujan besar.
Jadi rob itu ada kontribusi uap air yang membawa dari arah Timur. Kedua, karena posisi Semarang yang adanya di teluk dan ketiga ada pusaran yang lokasinya jauh cuma ini perlu dikaji lagi. Jadi hampir semua parameter, baik itu kelembaban (RH), baik itu total precipitable water (TPW), atau pun total cloud water (TCW), dan juga berbagai parameter mengindikasikan serangan fajar (rob) ini dari arah timur lautan pasifik menuju pantura. Dan kebetulan ada mekanisme lain yang menghambat, tepatnya di atas Semarang. “Walhasil ditumpahkanlah ke Semarang.”
Karena itu, fenomena ini tidak bisa disamakan dengan mekanisme yang terjadi pada Februari 2021 lalu. Namun begitu, ini menarik untuk dikaji lebih jauh. Karena di saat bulan Mei, di saat menuju transisi, matahari belum capai puncak di equator, sudah ada kejadian.