Anggota Dewan Harus Pahami Tata Kota Semarang

1 agung

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Semarang diminta untuk memahami seluk beluk tentang tata kota Semarang, dalam melaksanakan perencanaan, pemanfaatan  dan pengendalian pemanfaatan ruang harus terkonsep dengan baik.

Pasalnya menurut pakar tata kota Ir. Mohammad Agung Ridlo, kondisi penataan ruang di Kota Semarang, saat ini sudah mulai memprihatinkan, kritis dan mengkhawatirkan. Hal ini terjadi karena dari hari ke hari, pembangunan yang sedang berjalan, sebagian ada yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang yang telah dibuat.

“Kemudian banyak terjadi penyimpangan-penyimpangan karena pembangunan lebih cepat, sedangkan rencana tata ruang datangnya belakangan,” kata Anggota Dewan Pertimbangan dan Pembangunan Kota (DP2K) Kota Semarang ini.

Idealnya, lanjut Agung, Pembangunan kota merupakan upaya memperbaiki kondisi yang masih dianggap belum ideal dan pelaksana inti pembangunan adalah pemerintah. Pemerintah yang membuat kebijakan (policy) atas penyelenggaraan pembangunan yang terkonsep dalam penataan ruang, mulai dari pengaturan, pembinaan, pelaksanaan dan pengawasan. Hal ini sesuai dengan Undang-undang 26/2007 tentang penataan ruang.

“Tahapan- tahapan dalam penataan ruang inilah yang mestinya harus di mengerti oleh anggota dewan,” tandas Pengurus Ikatan Ahli Perencanaan (IAP) Jawa Tengah ini.

Dijelaskannya, pada tahapan pertama dalam penataan ruang adalah rencana tata ruang kota dibuat oleh Pemerintah Kota, dalam hal ini adalah Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota, dan hasilnya disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota untuk dijadikan sebagai Peraturan Daerah (PERDA) Kota. Pada tahapan lain, kemudian di tindaklanjuti dengan Pembinaan, Pelaksanaan dan Pengendalian pembangunan.

Artinya bahwa anggota dewan hendaknya mengerti dan memahami tentang Undang-undang 26/2007 tentang Penataan Ruang. Yang secara teknis mengatur pelaksanaan penataan ruang, seperti: Perencanaan tata ruang (pasal 14), Pemanfaatan ruang (pasal 32) dan pengendalian pemanfaatan ruang (pasal 35).

“Dengan memahami hal tersebut, diharapkan tidak akan terjadi penyimpangan-penyimpangan dalam semua lini pembangunan.” pungkas Agung yang juga Ketua Jurusan Planologi, Fakultas Teknik Unissula ini.